12 November, 2015

Day 4 - #30harimenulis : Untuk tuan yang tangannya sedang kugenggam


Untukmu yang tangannya sedang kugenggam…
Beritahu aku jika sabarmu hampir menyentuh dasar. Agar aku tahu mengisi ulang dengan cara yang kita berdua mengerti. Agar segala pertengkaran dan sebal hanyalah lelucon-lelucon tak lucu yang kita tertawakan di masa depan.


Untukmu yang tangannya sedang kugenggam. Tahukah kau bahwa dalam sendiri aku sering mendoakanmu dalam diam. Berbisik pada rintik dan derai saat hujan menyembuhkan kemarau. Aku mendoakan terbaikmu. Kau dicintai dengan terlampau banyak.

Untuk kau yang tangannya sedang kugenggam…
Jangan pernah lepaskan genggam ini saatku menyebalkan. Jangan lepaskan genggam ini saatku tak menyenangkan. Karena kau tahu, genggam erat ini adalah tanda bahwa bersama adalah kebahagiaan yang tanpa nama.


Tuan, lukaku kini sembuh dimakan masa.

Yang ada hanya kau yang memeluk mesra segala sakitku.

Tuan, jika benar kau yang satu. Maukah kau tetap menjadi punggung tempatku pulang saat ragu mengiringku berjalan jauh?

Seluruh isi kepala kita yang bahkan belum sepenuhnya kita jelajahi, kita tak pernah tahu apa yang kita mau. Kamu haus, mari istirahat sebentar. Sambil kuceritakan satu kisah padamu, tentang seseorang yang lupa merasa, dibunuhnya beberapa mimpi, dijalaninya hari-hari tanpa ambisi. Hanya jalan, tapi dia tahu, setiap mimpi yang dibunuh akan lahir kembali, lebih besar, lebih kuasa –sebab dia percaya pada reinkarnasi.

Lalu tiba satu ketika, kala seseorang datang, terluka sama parah hingga membuatnya iba. Baginya yang pernah jatuh, amat sakit ketika jatuh tapi tak ada yang memapah. Untuk itu dia memapah orang itu berdiri, berjalan menelusuri meter, kilo hingga orang tersebut kembali tegak berdiri. Sebagai gantinya, dia yang kembali jatuh, hatinya jatuh.

Tuan tak perlu kau balas suratku ini. Cukup kau baca dan kau taruh hati-hati di atas meja. Biarkan dia menjelma sepotong rindu yang meremang dalam gelisah malam-malammu. Dan menjelma teman baru untuk sepotong bulan di beranda di sepanjang minggu.

11 November, 2015

Day 3 - #30harimenulis : Pertemuan kita adalah bagaimana cara kebahagiaan dilahirkan


Terimakasih pada angka 13pada kalender yang menjadi awal dari kisah panjang ini..
Aku memang sengaja hari ini ingin tidak memberitahumu bahwa aku selalu mengingat tanggal ini, anggap saja aku lupa. Aku menuliskan ini dari desakan beberapa rasa yang tiba-tiba menyenggol ruang kerja kepalaku. Atau sebut saja aku terlalu malu memberitahumu bahwa aku rindu. Entah berapa juta detik lalu mata kita pernah beradu, lalu merekam setiap gambarmu dalam retinaku.

Sebut saja cinta adalah perjalanan sekaligus pelajaran. Perjalanan tempat kita saling menemukan, pelajaran tempat kita saling mendewasakan. Setelah berulang kali jatuh cinta dan patah hati. Setelah berulang kali menemukan, namun akhirnya melepaskan. Setelah berulang kali bersyukur atas sebuah pertemuan dan belajar atas perpisahan. Setelah berulang kali menemukan rumah namun kamu hanya dianggap tempat singgah. Setelah kamu merasa dialah orang yang tepat, sampai kepadanyalah hatimu menutup pintu rapat-rapat.

Priaku masih ingatkah dulu? Cara kita bertemu dulu adalah salah, dibelakang wanitamu. Kita bermain dengan perasaan. Tapi keinginan kita bersama akhirnya jatuh pada waktu dan tempat yang tepat, aku yakin sejak pertama bertemu denganmu pasti kita akan saling memiliki. Seperti yang kamu bilang, kamu ingin menganggapku lebih dari hanya seorang adik. Bahwa kamu mengatakan kamu ingin menyembuhkan aku dari luka yang masih basah itu. Inilah yang saat itu aku percaya bahwa cinta selalu tiba dengan cara yang berbeda.

Priaku, sejak tanggal 13 itu. Aku sudah boleh memanggilmu seperti itu? sudah boleh menggenggam tanganmu tanpa harus merasa malu-malu didepan semua orang? Sudah boleh meminta temu tanpa harus menyembunyikan pertemuan kita dari seorang di masa lalumu? Sudah boleh memintamu mencubit pipiku? Karna aku takut ini hanya bagian dari bunga tidur.

Kamu tahu, aku pernah takut untuk memiliki lagi. Karna aku tidak siap untuk melepasnya terlalu dini. Tapi bukankah tidak pernah ada seorangpun yang siap akan kehilangan? Aku berharap tetap akan menjadi seseorang yang kau cintai dengan cara-caramu yang sederhana. Aku berharap kita akan selalu seperti ini.
Kamu adalah jawaban dari ribuan hari aku melipat jemari, mengirimkan doa-doa pada Tuhan. Kamu adalah hadiah yang dulu disembunyikan Tuhan saat aku lulus untuk merelakan orang-orang yang aku cintai pergi. Kamu adalah sesuatu yang pernah kusangkal, pun tak kusangka-sangka adanya, namun kini terasa begitu kekal. Kamu tahu bahwa waktu akan berputar, tapi semoga tak satupun rasa akan memudar.
Seperti yang sudah-sudah resiko bertemu adalah berpisah. Entah kapan, entah lusa, entah beberapa pekan lagi. Entah bagaimana membuat segalanya baik-baik saja. Karena melangkah, takut membuat segalanya berubah dan mundur pun takut seperti mengabaikan kesempatan yang sudah ditawari. Tapi segala rasa takut itu hanyalah mimpi buruk, yang bisa kita atasi saat kita telah terbangun nanti. Semoga segalanya di waktu yang tepat, tanpa perlu ada yang berubah menjadi asing. Semoga segalanya tiba diwaktu yang tepat, tanpa ada yang menyesali karena telah terlambat. Semoga pertemuan kita waktu itu, bukan berujung pisah. Semoga tidak ada yang mengingkari atau saling menyakiti. 
Aku
Kamu
Saling menemukan, saling menjaga, saling tak ingin berpisah


 Selamat tanggal 13~

Day 2 - #30harimenulis : Kepada: Dua orang wanita yang menyimpan surga untukku di ke dua telapak kakinya.


Kepada: Dua orang wanita yang menyimpan surga untukku di ke dua telapak kakinya.

Assalamualaikum, Ma. Di kota ini, langit pukul tujuh pagi cerah sekali. Semoga Mama menikmati cerah yang sama ya. Sedang apa mama hari ini? Di sini, sedang rimbun rinduku untukmu.

Langit pukul tujuh pagi ini menjatuhkan keteduhan yang serupa dengan sepasang matamu, Ma. Desau angin sesepi ingatanku tentang kita beberapa tahun terakhir dan rindu ini diam-diam kian bergulir.

Aku di sini menikmati nyanyian rinduku dan anak-anak daun berjatuhan mengetuk jendela kaca di sisiku. Ah, sayangnya aku masih belum mampu menuliskan surat cinta yang manis untukmu.

Puterimu di sini alhamdulillah dalam keadaan baik. Masih seriang kebun lili di musim semi, masih menggenggam rapi pesanmu dalam hati. Puterimu ini mungkin tak sesempurna langit pukul tujuh pagi ini-cerah dan teduh yang sempurna, namun tetap berusaha menjadi manusia baik, sebaik yang kubisa. Agar Mama bahagia.

Ma, puterimu ini daridulu selalu sungkan dan malu-malu mengungkap cinta, juga rindu yang tersimpan dengan terang-temarang, maka dari itulah kutuang hati-hati dalam surat ini. Meski aku masih belum pandai dalam hal menjabarkan cinta padamu, juga debar rindu yang terlalu.

Ma, entah kapan kelak Mama membaca surat ini. Ketahuilah, langit pukul tujuh pagi ini mengisyaratkan rinduku. Dan puterimu ini, sungguh mencintaimu.

Kecup sayang dariku yang sedang menengadah keatas langit, melihatmu.. dan mengelus dada pelan-pelan menahan segala rasa yang berkecamuk.

Ma, aku selalu berusaha menengadah keatas karna aku takut air mata dipelupuk membanjiri kedua mataku..

10 November, 2015

Day 1 - #30harimenulis : Teruntuk Aku Yang Sedang Sembunyi di Belakangmu


Lidahku terasa kelu untuk mengisahkannya, lebih baik aku simpan dalam hati dan kuluapkan dalam sebuah tulisan dan menjadikannya santapan lezat untuk kubaca sendiri..

Sadarkah, bahwa aku bersusah payah menjaga hatimu saat kau tak ada disampingku? Mungkin caraku menjaga hatimu membuat mereka malah terluka. Tapi tak apa bagiku, mungkin buat mereka marah atau bahkan kecewa kepadaku. Tapi aku sangat sadar apabila aku tetap meladeni mereka ada seseorang yang jauh akan lebih terluka yaitu KAMU. Tenang aku tak akan menanyakan apa kau juga melakukan hal ini, jika kau tetap memaksa ingin menjawab. Aku mohon simpan saja jawabanmu itu

Apabila aku terluka, tenanglah aku punya obat ampuh yang bernama waktu. Waktu itu luarbiasa memberiku banyak pelajaran.

Mungkin ini garis terberat aku mencintaimu. Ada baiknya aku memohon ampun, mengakui kelemahan, menjunjung tinggi belas kasihan dan tak lupa berterima-kasih.

Sayang, aku tidak hanya ingin sekadar “pernah” ada, tetapi siap dan lagi bisa. Bila lengah mata melihat atau lelah pundak memikul, ketahuilah langkahku tetaplah engkau! Aku ingin terlempar untuk membentur bola matamu, lalu terus menggelinding di atas tiap esokmu. 

Bagiku, wajah yang dipukul telak masih lebih ringan daripada tidak dipeluk kamu di saat-saat seperti ini. Karena tidak dicintaimu adalah sesuatu yang baru, yang membuatku merasa asing di antara segala hati yang membuka pintunya. Di dalam tubuhku, di dalam hidupku, kaulah darahku, alasan degup jantungku! Kini aku merasa bahwa hatimu telah menelanku hidup-hidup. 

Apakah aku melantur? Tidak. Aku hanya takut menjadi bangkai di dalam hatimu dan menjadi puing-puing terabaikan dalam kenangan. Itu saja.


04 November, 2015

Jadi aku mulai dari sini..


Bagaimana jika aku mulai menulis lagi? Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku menulis. Bukan karena aku sedang terluka dan takbisa disembuhkan. Tapi lebih karena aku sudah punya obatku sendiri.

Jadi aku mulai dari sini.. 
Kepada kalian lelaki yang pernah menyatakan rasa kepadaku, terimakasih kalian telah berani mencintaiku. Luka dimasa suram itu lekat erat tak bisa dipisahkan olehku. Aku mengalami ketakutan luarbiasa untuk mencintai dan memiliki. Dari sekian banyak yang mendekati jelas pasti selalu ada yang mampu menarik hatiku yang mampu menggelitik hati yang beku ini, iya hanya mampu menarikku bukan membuatku berani mencinta lagi.

Tapi waktu itu baik, Aku semakin sembuh dan tumbuh lebih terang dari masa lalu. Kau satu-satunya yang mampu membuatku berani mencinta lagi dibanding orang-orang yang pernah datang sebelumnya.

Aku menuju kau yang menginginkan sampaiku padamu, walau mungkin dengan cara kita yang salah. Tapi tidak benar jika kita menyalahkanNya karna aku yakin Dia mempertemukan kita bukan tanpa alasan. Dia punya tujuan, Aku sangat yakin tujuanNya membawa kita pada sebuah pelajaran berharga. Yang tak perlu kita terka.



Solo, 30 Oktober 2015